Rabu, 07 Desember 2011

Jangan Bersedih Bila Umat Islam Belum Maju Dalam Perkara Dunia

Berkata Abu Hurairah-radhiyallahu ‘anhu- dari Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

“Akan datang pada manusia tahun-tahun yang menipu; di dalamnya pendusta dibenarkan, orang jujur didustakan; orang yang penipu dipercaya, dan orang yang amanah dianggap pengkhianat, serta ruwaibidhoh ikut berbicara”. Ada yang bertanya, “Apa itu ruwaibidhoh (orang lemah)?” Beliau bersabda, “Dia adalah seorang hina (dungu) berkomentar tentang urusan umum”. [HR. Ibnu Majah dalam Kitab Al-Fitan (4036). Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (no.1887)]

Jangan Tertipu dengan Kemajuan kaum kafir, dan Bersedih atas Kemunduran Kaum Muslimin dalam Perkara Keduniaan


Seorang yang menyinari dirinya dengan cahaya Al-Qur’an & Sunnah Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, tak perlu kecil hati dengan fakta mundurnya kaum muslimin dalam perkaraan keduniaan, karena Allah -Ta’ala- berfirman,

“Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah jahannam; dan Jahannam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya”. (QS. Ali Imraan: 196-197).

Kebebasan dan kemajuan orang-orang kafir dalam perdagangan dan teknologi tidak perlu menyedihkan kita, karena mereka hanya bersenang-senang dalam waktu pendek. Adapun orang-orang beriman mereka akan mendapatkan kesenangan abadi. Kalian cuma bisa berusaha di dunia, Allah yang menentukan kemenangan [Lihat Taisir Al-Karim (hal. 162)]

Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

“Demi Allah, bukanlah kefakiran yang aku khawatirkan atas diri kalian. Tapi khawatirkan kalau dibukakan dunia bagi kalian sebagaimana telah dibukakan bagi orang-orang (kafir) sebelum kalian, lalu mereka pun berlomba-lomba meraihnya sebagaimana mereka berlomba-lomba meraihnya; (aku juga khawatirkan) kalau dunia itu akan membinasakan kalian sebagaimana dunia telah membinasakan mereka”. [HR. Al-Buhkoriy dalam Shohih-nya (3158, 4015 & 6425), dan Muslim (2961)]

Yang perlu disedihkan adalah terjadinya kemunduran beragama. Kalian akan melihat kemunduran beragama ini dengan merebaknya kesyirikan dimana-mana, bid’ah, maksiat, dan kekafiran sebagaimana yang terlihat di negeri kita.

Anggapan Bahwa Pesantren dan Pendidikan Islam Sebagai Penyebab Mundurnya Perkembangan Akal dan Ilmu Pengetahuan

Kalaupun perlu disalahkan (baca: dikritik) jika umat Islam terbelakang dalam teknologi adalah faktor manusia yang menyebabkan para intelektual dan cendekiawan yang berkiprah di ilmu pengetahuan umum. Bukannya pesantren dikambinghitamkan sehingga pada gilirannya memberikan opini bahwa Islam tidak relevan, statis, dan tidak menerima perkembangan teknologi yang membangun Islam. Jika ada yang memusatkan diri belajar ilmu pengetahuan, maka tak ada salahnya agar kaum muslimin juga kuat dalam segi agama. Sebab kejayaan itu ada pada kekuatan pemeluknya berpegang teguh dengan agamanya.

Pesantren sangat penting untuk menghasilkan da’i dan ulama yang baik.  Peran ulama tak semata mengajari muridnya untuk memahami agama. Sebagai pelanjut risalah para nabi, ulama memiliki tanggung jawab nan luhur dalam membimbing umat menuju kehidupan yang lebih baik. Dengan kapasitas ilmu yang dimiliki serta komitmen untuk menegakkan kebenaran, ulama berada pada garda terdepan. Walau yang dihadapi seorang penguasa, dengan komitmen ulama yang tinggi / ikhlas dalam menegakkan kebenaran, seorang ulama mesti tampil menasehatinya untuk menjaga arah gerakan masyarakat dan hukum tidak menyimpang dari syariat Islam.

Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

“Jika kalian berjual beli dengan cara ‘inah, memegang ekor-ekor sapi (sibuk ternak), ridho dengan bercocok tanam (sibuk tani), dan kalian meninggalkan jihad, maka Allah akan menguasakan kehinaan atas diri kalian; tak akan dicabut oleh Allah sampai kalian kembali kepada agama kalian”. [HR. Abu Dawud dalam Kitabul Ijaroh (3462). Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (11)]

Dengan kembali kepada agama-Nya, maka Allah akan bukakan bagi mereka pintu-pintu kebaikan dan berkah duniawi dan ukhrawi, dan ini sudah dialami oleh negeri Saudi Arabia.

Jauhi Berburuk Sangka kepada Ulama & Tidak Menghargai Jasa Para Ulama

Kaum muslimin paham bahwa seorang ulama hanyalah pewaris para nabi dalam menyampaikan risalah Islam, namun mereka tak maksum (tak bersih dari dosa dan kesalahan). Mereka manusia biasa seperti kita, bisa jadi benar atau salah. Jika ia benar karena mengikuti Sunnah, maka kita wajib mengikutinya. Sebaliknya, jika mereka keliru karena menyelisihi sunnah Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, maka kita tinggalkan ucapan ulama tersebut, dengan tetap memuliakannya sesuai posisinya.

Al-Imam Malik -rahimahullah- berkata, “Setiap orang boleh diambil ucapan dan pendapatnya, dan juga boleh ditinggalkan kecuali penghuni kubur ini (yakni Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-)”. [Lihat Jami’ Bayanil Ilmi wa Fadhlih (2/91)oleh Ibnu Abdil Barr]

Jadi, para ulama adalah pewaris para nabi dalam menyampaikan risalah Islam, didudukkan pada tempatnya, tanpa mengkultuskannya, dan tidak pula merendahkan dan menghinakannya. Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-,

“Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi. Sedang para nabi tidaklah mewariskan dinar dan dirham. Tapi mereka hanya mewariskan ilmu (agama). Jadi, barang siapa yang mengambilnya, maka sungguh ia telah mengambil bagian yang banyak”. [HR. Al-Bukhoriy secara mu’allaq dalam Kitabul Ilmi (1/37), Abu Dawud dalam Kitab Al-Ilmi (3641), At-Tirmidziy dalam Kitabul Ilmi (2682), dan Ibnu Majah (223). Lihat Shohih Al-Jami’ (6297)]

Pada tingkat yang lebih parah mereka mulai mengolok-olok Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam.   Sungguh ini adalah ucapan kufur yang bisa membuat seorang murtad, sebab mengolok-olok Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-.

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman”. (QS. At-Taubah: 65-66).

Syaikh Ibnu Nashir As-Sa’diy -rahimahullah- berkata ketika menafsirkan ayat ini, “Sesungguhnya mengolok-olok Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya adalah kekafiran yang mengeluarkan orang dari agamanya, karena prinsip agama ini terbangun di atas pengagungan kepada Allah, agama, dan Rasul-Nya. Sedangkan mengolok sesuatu di antara perkara itu adalah merobohkan prinsip ini, dan menentangnya dengan sekeras-kerasnya”. [Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman (hal. 343)]

Demikian pula mengolok-olok sahabat, apalagi sampai merendahkan dan mencelanya, bahkan sampai mengkafirkannya. Perbuatan seperti hanyalah dilakukan kaum zindiq (munafiq). Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda dalam menerangkan martabat para sahabat,

“Janganlah kalian mencela para sahabatku. Andaikan seorang di antara kalian berinfaq emas sebesar gunung Uhud, niscaya infaq itu tak mampu mencapai satu mud infaq mereka, dan tidak pula setengahnya”. [HR.Al-Bukhary dalam Ash-Shahih (3470), Muslim (2541)].

Al-Imam Abu Zur’ah Ar-Rozy -rahimahullah- berkata, “Apabila engkau melihat seseorang mencela salah seorang sahabat Rasulullah -shollallahu ‘alaihi wasallam-, maka ketahui bahwa orang itu zindiq (munafik). Karena Rasul -Shollallahu ‘alaihi wasallam- di sisi kami benar, dan Al-Qur’an adalah kebenaran. Sedangkan yang menyampaikan Al-Qur’an ini kepada kami adalah para sahabat Rasulullah -shollallahu ‘alaihi wasallam-. Mereka (para pencela tersebut) hanyalah berkeinginan untuk menjatuhkan saksi-saksi kami agar mereka bisa membatalkan Al-Kitab dan As-Sunnah. Padahal celaan itu lebih pantas bagi mereka, sedang mereka adalah orang-orang zindiq”. [Lihat Al-Kifayah, (hal. 49)]

Mudah-mudahan tulisan ini menjadi nasihat bagi kita agar tidak mudah tertipu ucapan-ucapan kaum liberal dan zindiq.  Semoga Allah Yang Maha Pemurah lagi Penyayang mewafatkan kita dalam keadaan di atas Islam yang diajarkan melalui para sahabat Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sumber :
Ditulis ulang dari sumber aslinya “Bahaya Kebebasan Berpikir” , Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 95 Tahun II. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Dewan Redaksi : Santri Ma’had Tanwirus Sunnah – Gowa. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Dzikro. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp)
selengkapnya di
http://almakassari.com/?p=320
http://www.darussalaf.or.id/stories.php?id=1402

Tidak ada komentar:

Posting Komentar