![Image Image](https://lh3.googleusercontent.com/blogger_img_proxy/AEn0k_vqoyYujEG8jiLZFlq7Tq6SO_ASJPEtarhRpVfJRd2gqhkKcMF4m52Pk7fJlYZOlNkWNUS0BoPP0PDWtJkjbDw-4kZgkCm1K3d8-jXbU1B3eAfJbTN-Bg=s0-d)
Apakah Anda pernah berpikir seperti apa muslim sejati itu?
Bagaimanakah sosoknya? Seorang muslim sejati bisa diibaratkan seperti
sebuah pohon. Akarnya kuat menghunjam. Batangnya kuat menjulang,
demikian pula dahan dan bahkan ranting-rantingnya. Daun-daunnya lebat.
Dan setiap musim menghasilkan buah yang banyak dan manis rasanya.
Akar-akar
yang kokoh tersebut adalah salimul ‘aqidah (aqidah yang lurus),
shahihul ‘ibadah (ibadah yang benar), dan matinul khuluq (akhlaq yang
mulia). Ibarat akar sebuah pohon, tiga karakter inilah yang akan
menopang karakter-karakter lainnya. Karakter-karakter baik tidak akan
mampu tumbuh dengan baik jika tiga karakter dasar ini rapuh. Adapun
batang, dahan, ranting, dan daun-daunnya adalah potensi-potensi diri
yang tumbuh dengan baik, yang meliputi karakter qawiyyul jism (fisik
yang kuat), mutsaqqaful fikr (berwawasan luas), mujaahidun linafsihi
(pengendalian diri), harisun ‘ala waqtihi (menjaga waktu), munazhzhamun
fii syu’unihi (tertib dalam setiap urusan), dan qadirun ‘alal kasbi
(mampu mencari nafkah). Sedangkan buah yang bisa dipetik setiap musim
adalah karakternya yang nafi’un lighairihi (memberi manfaat bagi orang
lain). Semua karakter tadi jika dikumpulkan berjumlah sepuluh. Itulah
sepuluh karakter muslim sejati. Dan berikut ini uraian singkat mengenai
masing-masing karakter tersebut.
Pertama, salimul ‘aqidah (aqidah yang
lurus). Seorang muslim sejati memiliki aqidah yang kokoh, yang
tidak bercampur dengan sedikit pun keraguan dan kesyirikan. Tidak pula
bisa diombang-ambingkan dan dibuat gelap mata oleh sulitnya kehidupan.
Ia ridha Allah sebagai tuhannya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad
sebagai nabi dan rasulnya. Ia beriman kepada Allah, para malaikat-Nya,
rasul-rasul-Nya, kitab-kitab yang diturunkan kepada para rasul-Nya, Hari
Akhir, dan taqdir-Nya. Keimanannya bukan pula hanya pengakuan di bibir
saja, namun terpatri kuat dalam hati dan termanifestasikan dalam segenap
perilakunya. Itulah iman yang sebenarnya, yang tidak hanya sekadar
’percaya’, namun juga benar-benar mewujud dalam sikap dan perilaku.
Kedua,
shahihul ‘ibadah (ibadah yang benar). Diatas aqidah yang kuat,
seorang muslim senantiasa giat beribadah. Ibadahnya pun benar-benar
ditunaikan sesuai dengan tuntunan Rasulullah. Untuk ibadah-ibadah yang
bersifat ritual (mahdhah), ia hanya mengikuti contoh tauqifi (apa
adanya) dari Rasulullah, tidak menambah-nambahi dan tidak pula
mengurangi. Sedangkan untuk ibadah-ibadah yang bersifat muamalah (ghayr
mahdhah), ia senantiasa berkreasi dan berinovasi dengan menyandarkannya
pada bingkai (manhaj) yang telah dituntunkan oleh Rasulullah.
Ketiga,
matinul khuluq (akhlaq yang mulia). Dengan aqidah yang kokoh
dan ibadah yang giat, muncullah akhlaq yang mulia pada diri seorang
muslim, ibarat mutiara yang indah dan berkilau. Akhlaq meliputi keadaan
hati seseorang dan juga suluknya (moralitas, perilaku, dan adabnya).
Hati seorang muslim adalah hati yang bening, yang bersih dari segala
bentuk penyakit hati, dan bahkan dipenuhi dengan sifat-sifat yang mulia
seperti ikhlas, tawakkal, sabar, ridha, cinta kasih, dan sebagainya.
Adapun suluk seorang muslim adalah suluk yang terpuji dan menawan, yang
muncul dari dirinya secara spontan karena telah menjadi kebiasaan yang
tak terpisahkan dari kepribadiannya.
Keempat, qawiyyul
jism (fisik yang kuat). Seorang muslim sejati tidak akan
menelantarkan keadaan tubuhnya. Ia senantiasa menjaga agarnya tubuhnya
sehat dan bugar. Ia selalu berusaha mengkonsumsi makanan dan minuman
yang baik untuk kesehatan, dan membiasakan pola hidup sehat. Bahkan, ia
juga melatih tubuhnya agar memiliki stamina yang kuat, dengan cara rajin
berolahraga. Ia sadar, dengan tubuh yang sehat, bugar, dan kuat, ia
akan mampu menjalankan ibadah dengan lebih baik.
Kelima,
mutsaqqaful fikr (berwawasan luas). Seorang muslim sejati juga
senantiasa memperhatikan akal pikirannya. Ia benar-benar mensyukuri
nikmat akal pikiran dengan cara terus mengasah kecerdasannya dan
memberinya ilmu dan wawasan baru. Tidak hanya ilmu mengenai agamanya,
tetapi juga wawasan umum yang perlu diketahui. Ia tidak pernah berhenti
belajar, karena ia tahu bahwa menuntut ilmu itu minal mahdi ilal lahdi
’dari lahir sampai mati’.
Keenam, mujaahidun linafsihi
(pengendalian diri). Pada diri manusia terdapat nafsu yang
senantiasa condong pada kemewahan dan kesenangan dunia, dan senantiasa
mendorong manusia untuk melakukan berbagai macam keburukan. Seorang
muslim sejati adalah seseorang yang bisa mengendalikan segala dorongan
tersebut dan mengendalikan dirinya. Allah Ta’ala berfirman, ”Adapun
barangsiapa yang takut akan kebesaran Tuhannya dan sanggup menahan
dirinya dari ajakan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat
kembalinya.” (QS An-Nazi’at: 40-41)
Ketujuh, harisun ‘ala
waqtihi (menjaga waktu). Waktu adalah kehidupan itu sendiri.
Jika waktu telah bergerak, ia tidak akan mampu dimundurkan meski hanya
satu detik saja. Untuk itu, seorang muslim sejati benar-benar perhatian
dengan waktu. Ia tidak pernah menyia-nyiakan waktunya untuk hal-hal yang
tidak bermanfaat, apalagi hal-hal yang buruk. Ia tahu bahwa kewajiban
yang mesti ia tunaikan lebih banyak daripada waktu yang ia miliki. Untuk
itulah, ia benar-benar cermat dalam mengatur waktu yang ia miliki.
Kedelapan,
munazhzhamun fii syu’unihi (tertib dalam setiap urusan). Seorang
muslim sejati bukanlah orang yang suka melakukan segala sesuatu dengan
asal-asalan. Ia senantiasa menunaikan urusan dan pekerjaannya dengan
baik. Prinsip yang senantiasa ia pegang adalah ihsan dan itqan dalam
beramal ’melakukan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya’. Dengan begitu
iapun akan menjadi muslim yang berprestasi, beretos kerja tinggi, dan
berkinerja jempolan.
Kesembilan, qadirun ’alal kasbi
(mampu mencari nafkah). Seorang muslim sejati bukanlah seorang
pengemis dan peminta-minta. Ia senantiasa berusaha untuk bisa mandiri.
Ia pun tahu bahwa tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah.
Untuk itu iapun giat bekerja agar bisa memenuhi kebutuhan ekonominya dan
bisa berinfaq di jalan Allah.
Kesepuluh, nafi’un
lighairihi (memberi manfaat bagi orang lain). Dengan segala
potensi dan kapasitas yang dimiliki, seorang muslim sejati pasti
bermanfaat bagi masyarakat. Ia pasti bisa berkontribusi untuk umat
dengan segala kelebihan yang ia miliki. Ia bukanlah orang yang ’adanya
sama dengan tidak adanya’, atau orang yang ’adanya tidak menambah dan
tidak adanya tidak mengurangi’, apalagi orang yang ’adanya tidak
diinginkan dan tidak adanya senantiasa diharapkan’. Rasulullah saw
bersabda, ”Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi
manusia lainnya.”
Demikianlah sekilas mengenai sepuluh karakter
muslim sejati. Mari kita senantiasa berusaha untuk meningkatkan kualitas
dan kapasitas diri kita, sehingga bisa memenuhi kesepuluh kriteria ini.
Dengan menjadi muslim sejati, kita akan lebih siap untuk berkontribusi
dalam memperjuangkan agama Allah. Insyaallah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar