Sabtu, 16 Juni 2012


ISLAM, AGAMA PERDAMAIAN

Hampir semua agama memiliki sejarah peperangan. Ia telah ada dan berlangsung dalam waktu lama dan hampir di seluruh kawasan dunia. Pada 1891, lebih dari 10.000 penduduk Yahudi diusir dari Rusia. Bahkan ada pogrom yang didalangi Kementrian Dalam Negeri, orang Yahudi dibunuh dan dirampok. Begitu juga penindasan terhadap umat Yahudi di Eropa ketika kaisar Romawi memeluk Kristen.
Sejarah juga mencatat terjadinya Perang Salib (Crusade), yaitu perang untuk membela kepercayaan agama Kristen, dan merebut Tanah suci Yerussalem dari penguasa Islam.
Sekitar tahun 1950 terjadi pembantaian orang-orang Muslim oleh kelompok Hindu Fundamentalis radikal di Hindia. Salah satu ladang pembantaian kaum muslimin yang paling hebat adalah Heydrabad. Tidak kurang dari 350 ribu umat Islam tewas tewas di lading Heydrabad tersebut.
Peperangan dalam Islam sudah dimulai sejak awal ketika Nabi Muhammad mendakwahkan ajaran Islamnya ke tengah masyarakat Arab. Ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad pertama-tama banyak mendapat penolakan dari masyarakat sekita, bahkan dari paman-pamannya sendiri. Berbagai jenis tuduhan negatif kerap diterima Nabi Muhammad.
Tidak tahan dengan caci maki suku Quraisy Mekah, Nabi Muhammad hijrah ke Madinah. Namun, sekalipun Nabi dan pengikutnya sudah hijrah, penyerangan tetap datang mengancam umat Islam. Para sejarawan Islam menyimpulkan penyerangan yang dilakukan Nabi dan kelompoknya lebih merupakan pertahanan diri bukan karena ingin menyerang terlebih dahulu.

Perlu digaris bawahi, perang yang dilakukan Nabi bukan perang karena permusuhan dan kebencian melainkan perang untuk perdamaian. Menurut Husein Haikal, Nabi Muhammad sebenarnya tak menghendaki peperangan. Ketika Yatsrib hendak menghabisi penduduk Mina, Nabi justru melarangnya.
Karena itu, setiap kali peperangan akan berlangsung, Nabi Muhammad berpesan kepada para prajuritnya agar memperhatikan nilai-nilai luhur kemanusiaan. Sebuah hadits riwayat Bukhari Muslim menyatakan: “Jika seseorang diantara kamu terlibat dalam peperangan, maka hendaknya yang bersangkutan menghindari wajah.”
Pada kesempatan lain Nabi berpesan bahwa ketika peperangan sedang berlangsung, pasukan Islam diminta agar tidak membunuh orang-orang jompo, para pendeta, anak kecil dan kaum perempuan. Nabi juga melarang umat Islam menghancurkan tempat-tempat ibadah dan menebang pohon-pohonan.
Dari fakta historis tersebu bisa disimpulkan bahwa:
1. Peperangan yang terjadi pada zaman Nabi dilakukan dalam rangka pembelaan diri, dengan tetap memperhatikan kerangka etis sebagaimana nabi ajarkan. Islam adalah agama yang menentang tirani dan kesewenang-wenangan (Q.S As-Syura: 39-42)
2. Peperangan diarahkan kepada sebagian orang kafir Quraisy yang selalu mengancam dan mengintimidasi umat Islam. Namun perlu diketahui, Nabi Muhammad pernah melarang umat islam memerangi orang Musyrik Mekah, Al-Bukhtari. Karena A-Bukhtari meskipun tidak beragama Islam, dia adakah orang yang sanggup menahan diri tidak menyerang Nabi Muhammad saat berada di Mekah.
3. Perang dengan sebagian Yahudi, karena mereka bukan hanya melanggar kesepakatan damai seperti dalam piagam madinah, melainkan juga melancarkan api permusuhan terhadap umat Islam. Namun perlu diketahui juga, Mukhayriq, seorang Yahudi Bani Tsa’labah dan pengikutnya tetap menjaga perjanjian dengan Nabi sebagaimana termaktub dalam Piagam Madinah dan membela Nabi dalam memerangi kaum Musyrik Mekah.
Dengan demikian, semua peperangan yang telah terjadi di Madinah adalah peperangan politik bukan peperangan agama. Perbedaan agama tidak menjadi argumen bagi Nabi untuk melakukan peperangam.
Itulah karakter dan watak dari peperangan yang dipimpin Nabi Muhammad yang biasanya disebut ghazwah. Akan tetapi, sepeninggal Nabi Muhammad, ketegangan dan bahkan peperangan antar umat Islam sendiri banyak terjadi.
Sumber: saya ringkas dari buku Membangun Toleransi Berbasis Al-Qur’an karya Abd. Moqsith Ghazali
http://trismaoktavia.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar