Sebenernya masalah
ini sudah basi bagi saya, ketika seseorang melampiaskan rasa cintanya kemana
dan seperti apa. Sepertinya udah dari sananya manusia itu ingin mencintai dan
dicintai ketika dimulai masa-masa remaja terutama terhadap lawan jenis. Kalau nikah
sih gapapa, permasalahannya kalau pacaran, karena awalnya saya kira pihak
perempuan yang dirugikan. Tapi ternyata mereka berdua sama-sama menikmati. Yang
perempuannya bahagia aja tuh, apalagi yang lakinya.
Bukan masalah
ini benar atau salah. Saya kira kita disini sudah dewasa, tau lah mana yang
benar dan yang salah. Dosa dan pahala tanggungan masing-masing. Mungkin ini
terinspirasi dari kisah2 cinta di film. Ada yang versi FTV, versi Drakor, Versi
boliwod, versi sinetron, dll. Saya tambah satu versi mungkin ini tidak ada di
film, versi islam.
Kecuali islam,
semua versi cinta tersebut hanyalah fiktif, mungkin dari film tersebut ada yang
terinspirasi dari kisah nyata yg sudah di edit2 atau ada juga yang dari film
dicontohkan oleh org yg menontonnya ke dunia nyata. Itu hak setiap orang. Tapi menurut
saya versi islam lah yang memberikan kesan paling dalam. Islam itu realitas dan
banyak hikmah. Tanpa embel embel pacaran dan maksiat di islam banyak pelajaran
yang bisa diambil bagi org2 yang berpikir.
Saya sendiri
tidak pernah pacaran, Alhamdulillah, itu diluar nalar saya, semua kehendak
Allah, kenapa dan bagaimana tidak perlulah saya ceritakan kisah hidup saya. Tidak
penting. Karena yang paling penting adalah kisah cinta versi islam di bawah
ini:
Al-Mubarrid
menyebutkan dari Abu Kamil dari Ishaq bin Ibrahim dari Raja’ bin Amru
an-Nakh’iy berkata: “Terdapat seorang pemuda yang sangat tampan rupawan di
negeri Kufah, terkenal dengan ketaatannya dalam ibadah. Suatu ketika dia
singgah di salah satu tempat yang bernama Nakh’iy. Maka tanpa disengaja dia
melihat seorang dara dari anak dusun tersebut yang cantik jelita membuat
dirinya kehilangan akal dan terpesona padanya. Bagai gayung bersambut, sang
dara pun memiliki perasaan yang sama. Singkat cerita sang pemuda mengirim
utusan kepada orang tua gadis itu untuk melamarnya, namun sayang seribu sayang,
sang gadis telah dipertunangkan dengan salah seorang anak pamannya.
Tatkala cinta telah bersemi di hati kedua
anak manusia tersebut dan kasmaran melanda keduanya maka sang gadis melayangkan
sepucuk surat pada sang pemuda yang berisikan: “Engkau telah mengetahui betapa
cintaku padamu demikian juga halnya yang terjadi padamu. Maka jikalah engkau
sudi, aku tidak keberatan akan datang mengunjungimu atau aku akan carikan jalan
agar engkau dapat masuk ke rumahku” Sang pemuda menjawab, “Tidak, tidak satupun
dari dua pilihan tersebut berkenan di hatiku. Aku khawatir bermaksiat menentang
Tuhanku pada hari yang sangat dahsyat azabnya.
قُلْ إِنِّي
أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ
Katakanlah,
“Sesungguhnya aku takut akan azab hari yang besar (hari kiamat), jika aku
mendurhakai Tuhanku” (Al-An’am: 15). “Aku begitu takut api neraka yang tidak
pernah padam membakarku.”
Tatkala
sang utusan gadis tersebut menyampaikan apa yang dia dengar dari sang pemuda,
dia berkata, “Apakah begitu besarnya rasa takutnya kepada Allah? Demi Allah,
selayaknya begitulah perasaan setiap hamba kepada Tuhannya”. Sejak saat itu
sang gadis berubah total dengan ibadah dan zuhudnya meninggalkan gemerlap dunia
seisinya, menyibukkan diri dengan ibadah walaupun ingatannya kepada pemuda
tersebut tidak pernah pupus, terus bergejolak membakar cintanya hingga
membuatnya menjadi kurus kering hingga kematian datang menjemputnya.
Adapun sang
pemuda, terkadang datang menziarahi kuburnya, mendoakannya sambil menangis.
Suatu saat sang pemuda tertidur di sisi kuburnya dan bermimpi berjumpa dengan
gadis impiannya tersebut dalam keadaan yang sangat memesona.
Sang pemuda
bertanya padanya, “Bagaimanakah keadaanmu sekarang setelah engkau pergi
meninggalkanku?”
Sang gadis
menjawab, ”Sungguh, benar-benar dalam keadaan yang terbaik, alangkah indahnya
cinta yang kau berikan padaku, cinta yang menggiringku pada setiap kebaikan dan
ketaatan.”
Sang pemuda
kembali bertanya, “Dimanakah kini kamu berada?”
Sang gadis
menjawab, ”Dalam surga yang penuh kenikmatan dan tiada berkesudahan.”
Sang pemuda
berkata, “Ingatlah daku selalu di tempatmu sana sebab aku tidak pernah
sekalipun melupakanmu.”
Berkata
sang gadis, ”Demikian pula dengan diriku, demi Allah tidak pernah sekalipun
melupakanmu, bahkan aku telah bermohon kepada Allah Sang Majikanku agar dapat
mengumpulkan kita di tempat ini, maka bantulah aku dengan bersungguh-sungguh
dalam ibadahmu.”
Berkata
sang pemuda, “Kapankah aku dapat bersua denganmu?
Sang gadis
menjawab, “Sebentar lagi engkau akan segera datang menemui kami di sini.”
Singkat
cerita setelah tujuh hari pemuda itupun wafat—semoga Allah merahmatinya. Inilah
antara iman dan cinta. Keduanya berawal dari hal yang mesti dipilih namun pada
akhirnya keduanya bisa dimiliki.
Dalam islam,
biarpun berakhir tragis tapi happy ending, beda dengan film yang berakhir
tragis pasti bad ending. Tidak perlu diceritakan yang happy ending di film
karena pasti mereka berdua terus bersama, bahagia, selamanya. Kalo kamu cinta
versi mana???
Wallahu’alam.
Sebenernya mau
nambahin kisah cinta versi islamnya ummi pipik dan uje, mushab bin umair dan
istrinya sama kalung Khadijah diberikan ke Nabi. Kepanjangan ga sih??
Sumber kisah
: www.kuttabalfatih.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar